Tulisan saya minggu lalu mengajak Anda untuk menuliskan impian. Kenapa judul tulisan kali ini Jebakan Impian?
Menuliskan impian itu langkah pertama untuk mewujudkannya. Kita mungkin punya banyak impian, mulai dari impian punya karir yang bagus, penghasilan yang lebih dari cukup, punya bisnis sendiri, punya kendaraan baru, punya rumah sendiri, sampai impian masuk surga. Semua impian ini bisa kita bagi 2: impian yang merupakan halte, dan impian yang bersifat terminal.
Apa bedanya? Impian halte itu impian antara; saat kita mencapaianya, kita masih ingin meraih yang lebih tinggi lagi. Saat penghasilan kita 5 juta, kita ingin 10 juta. Kita merasa 10 juta lebih dari cukup untuk kebutuhan kita. Tapi saat sampai di angka 10 juta, pikiran kita berubah. Kita ingin naik lagi jadi 15 juta. Itulah impian halte.
Impian jadi manajer juga halte. Kenapa? Karena saat sudah jadi manajer, kita ingin karir kita naik lagi sampai GM. Sudah jadi GM ingin naik lagi sampai direktur. Sudah jadi direktur, ingin jadi direktur di perusahaan yang lebih besar. Begitu seterusnya. Itulah ciri halte: saat kita sudah sampai, kita ingin melanjutkan ke tujuan berikutnya.
Jadi, jabatan itu halte. Uang itu halte. Rumah itu halte. Mobil juga halte. Hidup yang hanya mengejar halte tak akan membuat kita bahagia. Kita akan selalu merasa kurang. Dan akhirnya terjebak untuk mengejar halte demi halte tanpa tahu apakah perjalanan kita semakin mendekat ke terminal.
Itulah fenomena _hedonic treadmill_. Di atas _treadmill_, meskipun berlari kita tak berpindah tempat. Kecepatan kita tambah dan kita pun berlari lebih cepat, tapi posisi kita tak berpindah tempat. Penghasilan mungkin bertambah, tapi kebahagiaan jalan di tempat.
Dalam Journal of Economic Behavior & Organization, sekolompok peneliti dari University of Basel Swiss telah membuktikan bahwa besarnya penghasilan tak membuat kita merasa puas. Riset ini melibatkan 33.500 responden. Para responden ini melaporkan bahwa mereka hanya sebentar menikmati kenaikan penghasilannya dan kemudian merasa penghasilan baru itu biasa saja dan menginginkan penghasilan lebih tinggi lagi.
Begitu juga hasil riset Profesor Michael Norton dari Harvard Business School. Dua ribu orang kaya yang ia wawancarai semua menyatakan bahwa meski kekayaan berlimpah, mereka menginginkan harta mereka bertambah 2-3 kali lipat lagi.
Sebaliknya, saat kita sampai di impian terminal, kita tak menginginkan yang lain. Impian terminal adalah ujung perjalanan hidup kita, cita-cita tertinggi kita. Impian yang saat kita sudah berhasil meraihnya, tak ada lagi keinginan baru. Impian yang merupakan puncak kebahagiaan kita. Impian yang menjadi ujung perjalanan hidup kita. Impian yang berasal dari suara terdalam hati nurani kita. Impian terminal saya adalah masuk surga bersama keluarga. Itu impian tertinggi saya. Saat itu tercapai, saya tak menginginkan yang lain.
Mengenali mana impian terminal dan halte akan membantu kita menentukan prioritas. Ibarat supir angkot, saat jalanan macet karena banjir, supir angkot akan mencari jalan lain dan mengorbankan halte di depannya daripada terjebak dan tak sampai terminal. Halte bisa dikorbankan, tapi terminal tidak.
Begitu juga impian kita. Impian halte bisa dikorbankan jika mengganggu sampainya kita di impian terminal. Saya rela mengorbankan impian punya penghasilan tinggi jika untuk mendapatkannya saya harus korupsi. Karena kalau itu saya ambil, saya mengorbankan impian terminal masuk surga bersama keluarga.
Impian terminal akan memandu kita dalam mengejar karir dan mencapai impian halte yang lain. Impian masuk surga bersama keluarga membantu saya untuk menilai apakah impian-impian halte yang sedang saya kejar mendekatkan saya ke surga atau justru menjauhkannya; apakah cara yang saya tempuh untuk mewujudkan impian halte tidak membuat saya terganjal masuk ke surga.
Setiap awal tahun, banyak orang menuliskan impian yang ingin dicapai tahun itu. Menuliskan impian tahunan itu bagus; akan mengingatkan apa yang ingin dicapai dan membuat kita bersemangat mengejarnya. Tapi tanpa menuliskan impian terminal lebih dahulu, mengejar impian tahunan akan membuat kita seperti mengejar halte demi halte tanpa kita melihat apakah halte yang kita kejar semakin mendekatkan kita ke terminal atau justru menjauhinya.
Di usia pensiun, banyak orang baru menyadari bahwa yang mereka kejar selama ini hanya halte dan baru bersiap melangkah ke terminal di ujung usia. Sebagian orang bahkan baru menyadari bahwa halte yang mereka kejar selama ini justru menjauhkannya dari terminal.
Jadi, apa impian terminal Anda? Apakah impian halte yang sedang Anda kejar makin mendekatkan Anda ke impian terminal atau menjauhkannya? END
Tulisan ini merupakan versi tertulis dari materi pelatihan saya yang berjudul Move On: Seni Meraih Sukses dan Hidup Bahagia, dibuat menjadi tulisan berseri agar bisa dinikmati lebih banyak orang.
Inspirasi Melintas Zaman (IMZ Consulting) merupakan lembaga _social enterprise_ yang membantu organisasi profit dan nirlaba di bidang pengembangan SDM dan pemberdayaan masyarakat berbasis nilai-nilai spiritual.