Ciputat, 22 Agustus 2011
Oleh: Ni’matul Abadiah Ketua Kaderisasi Forum Lingkar Pena (FLP) Banjarmasin
Mengapa BAZ belum populer dalam ‘menyalurkan’ zakat? Apakah dikarenakan adanya banyak bertebaran LAZ yang Non Government Organization (NGO) di mana-mana sehingga BAZ kalah saing ‘ketenaran’nya di masyarakat? Seyogyanya tidak. Tak perlu ada persaingan sesama lembaga-lembaga Islam. Apakah dikarenakan BAZ kurang transaparansi mengelola dana sehingga kurang dipercaya masyarakat? Rasanya juga tidak. Bukankah lembaga ini mendapatkan penghargaan The Best in Transparency Management (OPZ dengan Transparasi Terbaik) dalam Indonesia Magnificence of Zakat (IMZ) Award 2011. Lalu, apa dikarenakan kurangnya sosialisasi ataupun minimnya program pemberdayaan dari BAZ ini sehingga masyarakat malas untuk mengantarkan dana zakatnya? Juga tidak menurut saya. Perlu dipahami, bagaimana caranya dana zakat itu digunakan. Dan istilah kata ‘disalurkan’. Tak lantas ketika kita punya harta yang harus dikeluarkan zakatnya, mesti dibagi-bagikan secara langsung. Intinya, masyarakat kurang mengerti bagaimana seharusnya memanfaatkan dana zakat itu dengan memberikan multifungsi bagi si penerima zakat. Bukan dengan jalan pintas menyebarkan amplop-amplop ke masyarakat. Seorang sahabat datang kepada Rasulullah dan menceritakan kehidupannya yang serba kekurangan. Rasulullah menanggapinya dengan pertanyaan “apa yang engkau miliki ya sahabatku?” ternyata sahabat itu hanya memiliki sebuah cangkir yang dianggapnya begitu berharga. Rasulullah pun melelang cangkir itu kepada sahabat lainnya. Beberapa kali tawar menawar terjadi kesepakatan harga yang dianggap Rasulullah tepat. Rasulullah meminta dana tersebut dibelikan sebuah kapak. Karena pada waktu itu, kapak merupakan sarana kerja bagi pencari kayu bakar. Beliau ingin sahabat tadi bisa memperoleh kehidupannya dari bekerja. Dan kapak dalam cerita ini adalah aset produktif dan bukan uang konsumtif yang langsung diberikan Rasulullah.
Sumber : komisikepolisian.com
]]>