Ciputat, 28 Oktober 2011
Undang-Undang Zakat yang baru saja diparipurnakan DPR, Kamis (27/10), dinilai akan menyulitkan umat Islam untuk melaksanakan rukun Islam yang keempat. UU ini mewajibkan pembayaran zakat harus kepada amil dari lembaga amil zakat yang terdaftar.
Pasal 38 undang-undang tersebut menyebutkan setiap orang dilarang dengan sengaja bertindak selaku amil zakat, yaitu mengumpulkan, mendistribusikan, atau mendayagunakan zakat, tanpa izin pejabat yang berwenang. Pejabat tersebut berasal dari Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), dan lembaga amil zakat milik Ormas, serta lembaga amil zakat yang berafiliasi kepada Baznas. Jika mengabaikan hal itu, maka yang bersangkutan terancam denda Rp 50 juta atau kurungan penjara selama satu tahun, sebagaimana diatur dalam pasal 41.
Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, Syuhada Bahri, menyatakan keberadaan amil zakat memang diatur dalam Islam. Umat Islam yang ingin membayar zakat bisa menyalurkannya kepada amil, namun tidak disebutkan apakah amil tersebut harus orang pemerintahan atau tidak. “Yang jelas harus bisa dipercaya. Dia harus menjaga amanah,” jelasnya, saat dihubungi, Kamis (27/10).
Syuhada menjelaskan seorang muslim berhak untuk menyalurkan langsung zakatnya kepada masyarakat miskin yang ada di sekitar tempat tinggalnya. “Tanpa harus melalui amil pun boleh,” paparnya. Dia mengatakan masyarakat tidak perlu bergantung kepada amil zakat jika memang mampu menyalurkan zakatnya secara mandiri.
Dia juga mengatakan masyarakat yang mampu menyalurkan zakatnya secara mandiri adalah orang yang mengetahui ukuran nisab zakat. Untuk zakat mal, ukurannya adalah 2,5 persen dari total hartanya. Kemudian zakat fitrah adalah 3,5 liter beras. “Silahkan saja Umat Islam menyalurkan langsung zakatnya,” papar Syuhada.
Namun demikian, dia menyatakan penyaluran harus dilakukan dengan benar. Jangan sampai mustahiq atau penerima zakat yang sudah mendapatkan jatah diberikan zakat lagi. Sementara masih ada masyarakat lain yang juga mustahiq namun belum menerima zakat.
Anggota Fraksi PKS, Mardani, menyatakan UU Zakat seharusnyya lebih menghargai kemandirian lembaga amil zakat yang tersebar di Indonesia. Lembaga tersebut, menurutnya, tidak perlu harus menjadi ormas atau berafiliasi kepada badan zakat tertentu.
“Mereka sudah sejak lama beroperasi menyalurkan zakat dengan baik,” paparnya. Dia mencontohkan lembaga amil zakat yang tersebar di bank-bank. Ada juga di setiap kementerian. Semuanya sudah menyalurkan zakat kepada mustahiq.
Mardani menilai UU tersebut seharusnya mempermudah Umat Islam membayar zakat, bukan justru mempersulit. “Kalau membayar zakat harus kepada petugas badan zakat jelas mempersulit,” paparnya.
Dia mengatakan hal itu tidak perlu, karena belum tentu nantinya, zakat disalurkan kepada mustahiq yang tinggal berdekatan dengan orang pemberi zakat. Dia menyarankan agar Undang-Undang ini lebih melestarikan lembaga zakat yang mandiri tanpa harus mengutak-atik status kelembagaan mereka.
Sumber : republika.co.id
]]>