Ciputat, 24 Agustus 2011
Keadilan dalam Islam adalah konsep yang utuh. Keadilan hukum tidak bisa terwujud dengan menagabaikan keadilan sosial dan keadilan ekonomi.
Mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah M Amien Rais mengatakan, bila kita pelajari Al-Qur’an dan Sunnah, tampak jelas bagi kita, bahwa keadilan adalah keadilan adalah susuatu yang utuh. Kekeliruan besar jika kita hanya mengupas keadilan hukum dan mengabaikan keadilan sosial, serta keadilan ekonomi. Menurutnya, banyak sekali ayat Al-Qur’an yang mengingatkan bahwa harga kekayaan tidak boleh hanya berputar-putar di tangan kelompok kaya (QS Al-Hasyr [59]: 7). Bahwa orang-orang yang bertakwa adalah mereka yang menyadari bahwa dalam harga kekayaan yang ia miliki ada hak bagi fakir dan miskin (QS Al-Dzariyat [51]: 19). Bahwa perhatian yang penuh harus kita berikan kepada lapisan masyarakat yang belum hidup wajar sebagai manusia (QS Al-Haqqah [69]: 33-34; Al-Fajr [89]: 17-18; dan Al-Ma’un [107]: 1-2) dan seterusnya. Demikian juga bila kita melihat pendapat-pendapat para sahabat Nabi dan ulama Islam, terang sekali ada spirit keadilan dan pemerataan yang sangat kuat dalam Islam. Amien mencontohkan, Abu Dzar berpendapat bahwa setiap al-‘afwu atau surplus yang ada dalam rumah seorang Muslim, sudah menjadi hak orang lain yang memerlukannya. Demikian radikalnya pendapat Abu Dzar sehingga ia sering dijuluki sebagai Muslim Syuyu’i alias Muslim komunis. Amien Rais sendiri tidak sependapat dengan pandangan Abu Dzar. Akan tetap, menurutnya, dapatkah kita menuduh Abu Dzar tidak paham Islam? Ibnu Hazm, ulama besar kita juga berpendapat sangat radikal. Beliau mengatakan, jika ada kelompok kaya yang membangkang tidak mau mengeluarkan hak kelompok miskin, bila sampai terjadi perang antara kedua belah pihak, kelompok miskin tidak bersalah karena mereka berperang menuntut haknya. Amien juga tidak sependapat dengan fatwa Ibn Hazm. Akan tetapi, ulama itu tampaknya sangat concerned dengan penegakan keadilan sosial dalam Islam. Karena itu, Amien melontarkan masalah zakat atas profesi modern, yang sekali lagi gampang menghasilkan rezeki untuk ditinjau kembali. Bukankah ketentuan 2,5% lebih merupakan ketentuan ijtihad? Benar memang ada institusi sedekah dan ada institusi infak dalam Islam, di smaping institusi zakat. “Akan tetapi, dalam kenyataan, kita cenderung menganggap sedekah dan infak hanyalah perkara sunnah yang sering kita lupakan,” kata Amien dalam bukunya Tauhid Sosial. Sementara itu, zakat tetap mempunyai tempat khusus dalam pandangan kaum Muslim karena merupakan kewajiban. Untuk merelevansikan tuntutan zakat dengan keperluan penegakan keadilan sosial itulah, Amien dengan segala kerendahan hati mengajak memikirkan bersama zakat yang bersifat progresif dan dinamis.
Sumber : inilah.com
]]>