Ciputat, 12 Oktober 2011
Undang-Undang Pengelolaan Zakat yang akan segera disahkan tetap tidak mengatur sanksi pidana bagi muzaki (pemberi zakat) yang tidak menunaikan kewajiban zakatnya. Hal tersebut diungkapkan Ketua Komisi VIII DPR RI, Abdul Kadir Karding (F-KB) seusai uji publik RUU Pengelolaan Zakat di Gedung Sate Bandung, Selasa (11/10).
“Ini memang menjadi perdebatan. Tapi itu urusan agama, jangan dipaksa oleh negara. Merupakan urusan hamba dan Tuhannya. Yang dibutuhkan, menumbuhkan kesadarannya,” tandasnya.
Pengesahan draf RUU Zakat menjadi Undang-Undang dijadwalkan pada November mendatang dalam Sidang Paripurna DPR. Menurut Karding, jadwal itu tak akan meleset karena prosesnya hampir rampung. Setelah uji publik di tiga provinsi, dua lainnya Riau dan Gorontalo, Komisi VIII menggelar rapat internal yang kemudian dilanjutkan rapat kerja dengan kementerian terkait, Menag.
Dijelaskan Abdul Kadir Karding, sanksi pidana yang termaktub dalam draft RUU hanya diperuntukan bagi badan pengumpul zakat. Ancaman hukumannya, 1-5 tahun penjara dengan denda paling banyak Rp 500 juta. “Pengalaman kami pengumpul zakat tidak transparan, hak penerima malah disalahgunakan. Ada sanksi pidana bagi pengumpul yang menyalagunakan kewenangan,” katanya.
Keberadaan UU Pengelolaan Zakat diharapkan dapat mengoptimalkan pengumpulan potensi yang ditaksir mencapai triliunan. Perundangan itu di antaranya mengatur keberadaan lembaga amil zakat.
Meski demikian, perundangan itu dijamin tak akan mematikan lembaga amil zakat yang sudah beraktivits di masyarakat. “Hanya saja, lembaganya perlu disertifikasi sesuai dengan ketentuan seperti diatur dalam materi perundangan,” jelasnya.
Sumber : suaramerdeka.com
]]>