Ciputat, 8 Februari 2012
Koalisi Masyarakat Zakat keberatan dengan beberapa pasal dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Koalisi berencana mengajukan judicial review atas pasal-pasal dalam UU yang merupakan revisi atas UU No. 38 Tahun 1999. Direktur Lampung Peduli, Juperta Panji Utama, saat dihubungi tadi malam mengungkapkan setidaknya ada tiga pasal yang dikritisi oleh para penggiat zakat, yakni Pasal 18, 38, dan 41. Dalam Pasal 38, ada persyaratan agar lembaga zakat berbentuk badan hukum dan organisasi kemasyarakatan (ormas). Dia menilai pasal tersebut bersayap karena ada dualisme yang terkandung di dalamnya. Lembaga zakat cukup berbadan hukum saja tanpa harus menjadi ormas. “Negara ini negara hukum sehingga lembaga zakat cukup berbadan hukum saja tanpa harus menjadi ormas,” ujarnya.
Juperta pun mempertanyakan maksud pemerintah mengharuskan lembaga zakat menjadi sebuah ormas. Ada semangat pemerintah untuk memperbanyak ormas. Padahal UU tentang keormasan dalam proses untuk diamendemen.
Lampung Peduli menjadi bagian dalam Koalisi Masyarakat Zakat. Koalisi sedang mempersiapkan diri untuk mengajukan judicial review atas pasal tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK). “Mudah-mudahan pada awal maret prosesnya sudah masuk ke MK. Kami menamakan gerakan ini serangan 1 Maret atas UU Pengelolaan Zakat,” ujar Juperta.
Pasal 38 mengatur tentang tidak diperbolehkannya amil zakat mendistribusikan dan menghimpun zakat tanpa izin dari pemerintah. Pasal ini pun mendatangkan pertentangan dari koalisi. Juperta mengatakan semangat pasal ini awalnya adalah untuk menertibkan pengumpul-pengumpul zakat di pinggir jalan. Namun, pasal ini justru akan mempersempit peran serta masyarakat dalam pengelolaan zakat. Padahal masyarakat memiliki peran yang besar untuk pembangunan.
Dalam Islam, kata dia, seorang amil zakat dapat menghimpun dan mendistribusikan. Peran amil ini membantu dalam pengelolaan zakat. Juperta menambahkan pasal lain yang masih diperdebatkan adalah sentralisasi zakat. Pemerintah berencana untuk melakukan sentralisasi zakat dan ingin secepatnya agar zakat bisa dikelola negara. Namun, sentralisasi ini tidak dibarengi dengan edukasi kepada masayarkat dan perbaikan citra lembaga zakat pemerintah.
“Sentralisasi membuat pengelolaan zakat seperti BUMN. Zakat di daerah akan disetorkan dahulu ke pusat baru kemudian didistribusikan kembali ke daerah,” katanya.
Juperta juga mengatakan judicial review masih dalam pembahasan. Koalisi menginginkan agar ada perbaikan dalam pasal-pasal tertentu. “Jika memang ada yang harus dibatalkan tergantung pada pembahasan selanjutnya dan hasil kajian kritis Koalisi,” katanya.
Sumber: Lampung Post]]>