Transparansi LAZ akan meningkatkan kepercayaan masyarakat. JAKARTA – Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) diyakini tak akan menghambat kinerja lembaga amil zakat (LAZ). Sebab, menurut Komisioner Komisi Informasi Pusat, Abdul Rahman Ma’mun, selama ini program yang dijalankan LAZ berdasarkan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Prinsip yang sama, juga diterapkan pada sistem pelaporan keuangan LAZ. ”Undang-undang ini tak akan menjadi masalah bagi lembaga amil zakat, justru akan berdampak positif,” kata Abdul Rahman, di sela-sela diskusi bertema ”Kesiapan Lembaga Filantropi Islam dalam Menjawab Tantangan UU KIP” yang digelar oleh Indonesia Magnificence of Zakat (IMZ), di Jakarta, Kamis (27/5). Undang-undang yang berlaku pada 30 April 2010 itu, mewajibkan setiap badan publik, baik pemerintah maupun swasta, termasuk LAZ, untuk menerapkan prinsip transparansi informasi terhadap publik. Dengan demikian, publik mengetahui program yang mereka jalankan termasuk kondisi keuangannya. Abdul Rahman meyakini, undang-undang ini mendorong meningkatnya kualitas pelayanan LAZ. Bahkan, ia yakin kepercayaan masyarakat malah akan meningkat terhadap lembaga tersebut. Ia mengakui, sasaran pertama UU KIP adalah lembaga-lembaga yang berada di pemerintahan. Namun, jelas dia, LAZ juga perlu segera melakukan penyesuaian terhadap UU KIP ini, misalnya terkait laporan yang disampaikan kepada publik minimal enam bulan sekali, sesuai yang tertera dalam pasal 9 undang-undang itu. Dalam konteks ini, mungkin sistem pelaporannya yang disesuaikan. Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), Didin Hafiduddin, mengatakan, kalau memang arahnya transparansi, tak ada masalah dengan undang-undang ini. ”Bahkan, selama ini kami terus mendorong agar LAZ menjadi lembaga yang transparan,” ujarnya melalui sambungan telepon, Jumat (28/5). Menurut dia, keterbukaan LAZ terhadap masyarakat justru hal yang sangat diharapkan sebab mereka mendapatkan amanat uang dari umat. Dengan demikian, publik perlu mengetahui ke mana saja dan bagaimana uang yang mereka titipkan digunakan oleh LAZ yang mereka percayai. Selama ini, ungkap Didin, LAZ berskala besar telah secara rutin menyampaikan laporan keuangan kepada publik. Ia menegaskan, LAZ yang masih belum mampu melakukan hal itu, terus didorong untuk lebih baik. ”Semakin transparan justru akan membuat masyarakat semakin memercayai LAZ,” ujarnya. Menurut Deputi CEO Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU), Sri Adi Bramasetya, LAZ tidak akan mempersoalkan pemberlakuan UU KIP. Sebab, kata dia, sistem audit yang hingga sekarang berlaku di LAZ dibuat dengan tujuan untuk menjaga transparansi dan akuntabilitas. Bramasetya memaparkan, ada tiga tahapan audit yang diterapkan oleh LAZ, yaitu audit publik, audit syariah, dan audit International Standard Organization (ISO). ”Semua ini dilakukan karena LAZ tidak hanya mengelola zakat, tetapi juga kepercayaan masyarakat,” jelasnya. Direktur IMZ, Nana Mintarti, menyatakan, sosialisasi UU KIP ini merupakan langkah penting agar bisa berjalan optimal. Apalagi, ujar dia, masih banyak LAZ yang masih belum dikelola secara profesional dan tersebar di seluruh Indonesia. Sumber : Republika, Sabtu 29 mei 2010
]]>