Senayan (17/6) – Pemisahan antara regulator dan operator pengelola zakat, menjadi fokus utama dalam RUU Pengelolaan Zakat yang pembahasan awalnya sudah dirampungkan oleh Panja di Komisi VIII. RUU ini siap dibawa ke Badan Legislasi (Baleg).”Hal-hal yang signifikan dalam usulan kita ini, pertama dibedakannya regulator dan operator. Selama ini kan tidak jelas apakah yang menjadi regulator ini Kementerian Agama, apakah Baznas, Kementerian Agama punya BAZ, antara tiga komponen ini,” kata anggota Panja Zakat Komisi VIII DPR RI Iskan Qolba Lubis kepada Jurnalparlemen.com di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (16/6). Menurutnya, ke depan akan dibentuk Badan Zakat Indonesia (BZI) yang bertugas sebagai regulator. “BZI itu fungsinya sebagai regulator, kalau di Indonesia kan ada Bank Syariah, ada Bank Negara, ada Bank Swasta ketiganya itu di bawah BI, ini semacam BI-nya. BZI akan seperti KPU bisa mengontrol dan mengeluarkan persyaratan,” jelasnya Kapoksi VIII PKS ini. RUU yang masuk prolegnas 2010 tersebut, lanjut Iskan, saat ini sudah selesai pada tahap awal akan diajukan ke Baleg sebelum reses ini untuk dilakukan harmonisasi yang akan diselesaikan selama 10 hari kerja. Setelah itu diputuskan apakah yang akan dibahas oleh Panja RUU Zakat Komisi VIII atau pansus dengan beberapa Komisi. “Tapi kita sih berkeinginan karena ini menyangkut keumatan biar yang membahas ini Komisi VIII saja,” jelasnya. Selain usulan pemisahan regular dan operator, Panja RUU Pengelolaan Zakat juga mengusulkan zakat sebagai pengurang pajak. Dan hal yang mendasar, Iskan menambahkan, perlunya penerapan sanksi bagi muzaki yang tidak menjalankan kewajiban zakat. “Bukan harus dipenjarakan, bisa denda, bisa administrasi. UU yang lama tidak ada sanksi jadi kesannya tidak mengikat,” tandasnya. (nof/zik) Nofellisa – Jurnalparlemen.com]]>