Ciputat, 18 Oktober 2011
Nashih Nashrullah
Pemerintah dan DPR menyepakati pentingnya memperbanyak porsi peraturan pemerintah dibandingkan peraturan menteri dalam pelaksanaan Undang-Undang Zakat yang baru kelak. Kesepakatan dicapai dalam rapat kerja panitia kerja (panja) pemerintah dan Komisi VIII DPR, Senin (17/10). “Tak ada lagi masalah krusial yang diperdebatkan,” kata Ketua Komisi VIII, Abdul Kadir Karding.
Belum lama ini, uji publik atas RUU Zakat yang menjadi revisi Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dilakukan di Aceh, Gorontalo, dan Jawa Barat. Menurut Karding, semua masukan dari uji publik dicermati dan salah satunya disepakati untuk memperbanyak porsi peraturan pemerintah dalam pelaksanaan undang-undang yang baru itu nanti.
Tujuannya agar undang-undang tersebut lebih kuat dan mengikat. Menurut dia, dengan tak adanya lagi hal yang dipermasalahkan, baik oleh DPR maupun pemerintah, diyakini nanti akan mulus saat paripurna. Ia berharap, pada akhir Oktober rancangan itu disahkan. Panja juga setuju pencantuman pasal tentang kekhususan otonomi daerah terkait nama badan amil zakat nasional (Baznas), misalnya di Aceh.
Di provinsi yang menerapkan syariat Islam itu, digunakan istilah baitul maal. Pun ada kesepakatan soal pelibatan pemerintah daerah dalam pembentukan Baznas, baik di tingkat provisi atau kabupaten. “Jika RUU disahkan, pemerintah mesti segera membuat peraturan pemerintah. Poin yang mesti diakomodasi dalam peraturan pemerintah itu antara kelembagaan baznas di provinsi dan sistem pelaporan.”
Ketua Umum Baznas, Didin Hafidhuddin, menanggapi positif porsi peraturan pemerintah diperbanyak. Menurutnya, inti implementasi undang-undang terletak pada peraturan pemerintah. Selain itu, bakal lebih mengikat semua kementerian. Ia menguraikan, selama ini muncul kesan masalah zakat hanya domain Kementerian Agama. Jadi, kementerian lain dan BUMN akan memberi perhatian pula.
Ia menginginkan, realisasi peraturan pemerintah itu bisa terlaksana tahun depan. “Langkah ini akan sangat membantu memaksimalkan pengumpulan dan pendayagunaan zakat. Jadi, tidak semata-mata peraturan menteri agama,” kata Didin. Direktur Pemberdayaan Zakat Kementerian Agama, Rohadi Abdul Fatah, mengatakan, RUU Zakat berisi penguatan tata kelembagaan.
Pemerintah sebagai regulator akan melakukan pengawasan terhadap kinerja lembaga amil zakat (LAZ). Prosedur akreditasi berlaku bagi tiap-tiap LAZ. Juga sanksi pembekuan jika LAZ terbukti melakukan penyimpangan.
Sumber : republika.co.id
]]>