Ciputat, 26 Agustus 2011
Oleh : Muhamad Pazri, FH, Ketua Umum LP2DH Fakultas Hukum Unlam
YANG harus dioptimalkan saat ini adalah melakukan profesionalisasi BAZ dengan fungsi mengambil/memungut dan menerima zakat dari para muzaki (wajib zakat) dan menyalurkannya kepada mustahiq (penerima zakat) secara benar, adil, tepat sasaran. Pelaksanannya sesuai prinsip transparansi, akuntabilitas responsibilitas, independensi dan kewajaran.
Pengelolaan zakat yang profesional bukanlah hanya sebatas pembentukan BAZ di tingkat nasional maupun di tingkat daerah, lalu tugas selesai. Namun selanjutnya adalah bagaimana profesionalisasi BAZ sebagai kunci membangun kepercayaan masyarakat muslim untuk menyalurkan zakatnya ke lembaga ini. Prinsip dasar mengambil/memungut zakat tidak ada bedanya dengan pajak. Bila pemerintah mewajibkan warga negara memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) kenapa tidak bila pemerintah juga mewajibkan semua warga negara muslim yang memenuhi kriteria sebagai wajib zakat memiliki NPWZ (Nomor Pokok Wajib Zakat) sebagai bukti sebagai wajib zakat dan untuk memudahkan dalam pengelolaan zakat secara profesional. BAZ yang telah menjadi badan khusus terstruktur secara rapi mulai dari provinsi, kabupaten/kota dan sampai ke desa-desa/kelurahan. Di tingkat provinsi, dan kabupetan/kota BAZ dipimpin seorang kepala badan atau kepala dinas dengan perangkatnya, prinsipnya tidak berbeda dengan dinas atau badan-badan yang telah ada di pemerintahan. Mereka adalah PNS yang direkrut khusus melalui uji kelayakan dan kepatutan sesuai kapasitas dan kapabilitas sebagaimana rekrutmen PNS. Namun memiliki nilai tambah yaitu komitmen membangun umat. Untuk melaksanakan tugas serta tanggung jawab BAZ mereka tentunya dibayar gajinya oleh pemerintah sesuai sistem pembayaran gaji PNS sebagai pelayan masyarakat dan abdi negara. Dengan cara ini tugas dan tanggung jawab kepala daerah dalam mensejahterakan masyarakat terbantu dengan adanya penggalian potensi zakat serta penyaluran nya secara profesional oleh BAZ.
Sumber : tribunnews.com
]]>