Tragedi ini harusnya tidak terjadi jika masyarakat mempercayakan dana zakat, infaq, dan sedekah kepada organisasi pengelolanya, untuk kemudian disalurkan dalam program-program pendayagunaan yang tepat guna, tepat sasaran dan memiliki multiplier efect bagi penerima manfaatnya. Fenomena ini perlu menjadi catatan bagi para amil dan organisasi pengelola zakat (OPZ) tanah air. Ianya adalah sebuah bukti, betapa kepercayaan masyarakat terhadap organisasi pengelola zakat belum masif. Juga menjadi bukti, bahwa OPZ belum masif dalam proses edukasi zakatnya. Oleh karena itu, sumber daya amil profesional menjadi sebuah kebutuhan mutlak bagi OPZ. Di tangan mereka tanggungjawab edukasi zakat terletak, sehingga kepercayaan masyarakat terhadap OPZ semarak, dan hasilnya, partisipasi masyarakat terhadap proses pengelolaan zakat profesional. Amil, selama ini masih dipersepsikan dan mayoritas dijalani sebagai pekerjaan sambilan. Dikerjakan di saat ada waktu luang yang tersisa atau hanya diberi perhatian lebih pada momentum tertentu, terlebih di bulan Ramadhan. Padahal idealnya, sebagaimana profesi yang lain, amil merupakan pekerjaan utama, yang memiliki etika dan pertanggungjawaban publik. Apa jadinya, jika amil dipertanyakan akuntabilitasnya oleh masyarakat, karena tampil dengan kompetensi minimalis? Suka tidak suka, hal itu akan mempengaruhi itikad baik muzakki yang ingin menunaikan zakat. The Indonesia Magnificence of Zakat (IMZ) Dompet Dhuafa, menjawab kebutuhan akan amil berkualitas tersebut, dengan sebuah training amil intensif, bertajuk ADP (Amil Development Program).]]>