Selama ini, penerimaan zakat tidak tumbuh proporsional dengan penerimaan pajak. Untuk itu, para pegiat zakat di Indonesia berupaya menyinergikan pemanfaatan zakat dan pajak untuk mewujudkan kemaslahatan umat dan pembangunan bangsa.
Zakat bukan sekadar urusan antara individu dan khaliknya. Rukun Islam ketiga itu memunyai kekuatan besar mengurangi kesenjangan antara si kaya dan si miskin.
Sebab harta dengan prasyarat tertentu yang dikeluarkan muzakki (wajib zakat) berfungsi menolong, membantu, dan membina mustahiq (penerima zakat), terutama fakir miskin, agar kehidupannya lebih baik dan sejahtera.
Seiring teredukasinya masyarakat dunia atas pentingnya berzakat, diperkirakan lebih dari 80 persen muzakki di dunia telah membayar zakat lewat organisasi pengelola zakat maupun langsung ke mustahiq.
Dari estimasi dana yang dibayarkan muzakki, Islamic Development Bank (IDB) menghitung potensi zakat dunia bisa mencapai angka sekitar 600 miliar dollar AS per tahun.
Melihat potensi itu, Ahmad Juwaini, Ketua Umum Asosiasi Organisasi Pengelola Zakat (Forum Zakat), optimistis sebagian masyarakat dunia yang masih berada di garis kemiskinan dapat segera terangkat derajatnya. Optimisme itu, kata Ahmad, berdasar perhitungan jumlah orang miskin di dunia pada 2007 sekitar 870 juta jiwa.
Apabila mereka mendapatkan dana pemberdayaan zakat tiga ribu dollar AS per orang, 24,1 persen masalah kemiskinan akan tertangani.
Tak heran kalau segenap elemen pengelola zakat dunia yang melihat potensi tersebut tergerak untuk merumuskan model pengelolaan zakat tingkat dunia.
Belum lama ini, para pegiat zakat dunia mengupas pelbagai permasalahan zakat dalam ajang konferensi internasional, World Zakat Forum (WZF) 2010.
Pegiat zakat itu antara lain organisasi pengelola zakat, organisasi Islam, perguruan tinggi, organisasi kerja sama zakat nasional dan regional, pusat-pusat kajian zakat, dan perwakilan organisasi pengelolaan zakat dari pelbagai negara di dunia.
Kegiatan yang berlangsung sejak 28 September sampai 2 Oktober 2010 di Yogyakarta, itu mengusung tema “Meneguhkan Peran Zakat dalam Mewujudkan Kesejahteraan Umat melalui Jejaring Zakat Internasional.”
Tema tersebut, dalam lingkup lokal, mirip dengan yang sedang diperjuangkan pegiat zakat di Indonesia agar zakat dan pajak bisa dijadikan intrumen mewujudkan kemaslahatan umat dan pembangunan bangsa.
Pegiat zakat nasional itu antara lain Kementerian Agama, Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA), Lembaga Amil Zakat (LAZ), dan Organisasi Masyarakat (Ormas) Islam.
Mereka mendorong Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merevisi UU No 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Muncul usulan zakat sebagai kredit pajak. Artinya zakat bisa menjadi pengurang pajak. Selama ini, basis perhitungan zakat adalah penghasilan, bukan setoran pajak.
M Fuad Nasar, Wakil Sekretaris Umum Baznas, memberikan contoh zakat sebagai kredit pajak. Apabila wajib pajak memunyai tanggungan membayar 10 juta rupiah dan sudah membayar tiga juta rupiah untuk zakat, besar pajak yang harus dibayar tinggal tujuh juta rupiah.
Hal itu berbeda dengan mekanisme zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak seperti yang berlaku sekarang ini.
Apabila wajib pajak berpenghasilan 10 juta rupiah, bisa dikeluarkan zakatnya 2,5 persen (250 ribu rupiah) lebih dulu. Sisanya, 9,75 juta rupiah, bisa dikeluarkan 15 persen untuk membayar pajak.
Menurut Didin Hafidhuddin, Ketua Baznas, penerapan zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak selama ini belum memberikan dampak signifi kan kepada muzakki. Tak heran kalau muzakki enggan melaporkan pembayaran zakat kepada kantor pelayanan pajak karena perolehan pengurangan pajaknya relatif kecil.
Kredit Pajak Dengan usulan pembayaran zakat sebagai kredit pajak, jelas Ahmad, ada beberapa keuntungan yang diperoleh pemerintah. Muzakki akan melaporkan kekayaannya secara jujur karena motivasi menjalankan ajaran agamanya.
Dengan demikian, data kekayaan muzakki dapat dengan mudah diketahui secara pasti oleh pemerintah. Sebagai gambaran, jika muzakki membayar zakat melalui amil zakat sebesar satu miliar rupiah, dapat diketahui berapa kekayaan muzakki sebenarnya karena harta yang dikeluarkan hanya 2,5 persen. “Karena ada ketentuan agama, jadi potensi berbohong atas kekayaan yang dimiliki muzakki atau wajib pajak sangat kecil,” kata Ahmad.
Praktik zakat sebagai kredit pajak tersebut, lanjutnya, telah berhasil diterapkan di Malaysia sejak 2003 untuk mendongkrak penerimaan zakat dan pajak.
Didin menambahkan, penerapan zakat sebagai kredit pajak tersebut sebenarnya juga memperjelas alokasi penerimaan negara untuk mengentaskan fakir miskin di negeri ini.
Pasalnya, porsi APBN untuk mengatasi kemiskinan sekarang ini masih sangat kecil. Abdul Kadir Karding, Ketua Komisi VIII DPR, menanggapi usulan zakat sebagai pengurang pajak akan dipertimbangkan dalam pembahasan regulasi pengganti UU Zakat No 38 Tahun 1999. Sebab, banyak elemen masyarakat yang menginginkan konsep tersebut gol.
“Menurut saya pribadi, konsep tersebut juga akan meringankan beban umat Islam yang dikategorikan muzakki. Selama ini, selain mengeluarkan sebagian harta untuk berzakat, muzakki masih diwajibkan membayar pajak,” katanya.
Sedangkan bagi nonmuslim, tentu ada ketentuan sesuai dengan ajaran agama masing-masing. Kendati demikian, usulan zakat sebagai kredit pajak tersebut belum disetujui oleh Kementerian Keuangan dan Ditjen Pajak.
Menurut Didin, sebenarnya pemerintah tidak perlu terlalu khawatir. Dari sisi penerapan zakat sebagai kredit pajak, justru penerimaan negara tidak akan mengalami penurunan karena adanya kenaikan penerimaan zakat.
Pada sisi lain, fakta menunjukkan potensi zakat nasional sebesar 19 triliun rupiah per tahun masih sangat kecil ketimbang potensi pajak sebesar 600 triliun rupiah per tahun. Potensi zakat itu pun pada 2009 masih mencapai 1,2 triliun rupiah.
Hal itu dikarenakan belum meratanya kesadaran muzakki (orang atau badan) untuk membayar zakat melalui BAZ atau LAZ.
Oleh sebab itu, kata Abdul Kadir, dalam draf UU tentang Pengelolaan Zakat, juga dimusyawarahkan pembentukan amil zakat yang amanah.
Dalam UU yang rencananya diterbitkan tahun ini, akan dibentuk lembaga pengelola zakat dan pengumpul zakat yang terintegrasi secara nasional.
Lembaga pengelola zakat berfungsi sebagai regulator, sedangkan pengumpul zakat sebagai operator. “Untuk menetapkan rumusan amil zakat tersebut, masih perlu dilakukan lobi-lobi lagi antara elemen pengelola zakat dengan Kemenkeu dan Ditjen Pajak,” pungkas Abdul Kadir.
awm/L-1
Senin, 04 Oktober 2010
sumber : www.koran-jakarta.com