Abstrak Peran masyarakat sipil dan pemerintah dalam pengelolaan zakat dapat dilakukan secara aktif dan koordinatif. Peran pemerintah berada pada pemberi legitimasi politik dan penyedia data dalam pengembangan zakat, sedang lembaga pengelola zakat masyarakat sipil bertindak sebagai eksekutif dalam pengumpulan dan pengelolaan zakat. Hubungan keduanya dilakukan secara sinergi dan memiliki akses langsung satu sama lain baik secara koordinatif maupun kontrol. Pada tataran praksis pada lembaga masyarakat sipil dibentuk koordinasi vertikal dan horizontal. Kordinasi vertikal dilakukan oleh lembaga holding company dalam mengontrol penghimpunan dan penyaluran zakat di lembaga-lembaga zakat, sedang koordinasi horizontal dimaksudkan untuk melakukan kerjasama antar lembaga-lembaga. Hubungan model ini mensintesakan keterlibatan negara dan masyarakat sipil secara aktif. Model seperti ini dapat memperkuat fungsi organisasi masyarakat dan fungsi pemerintah. Kata kunci: Holding Company, vertical, horizontal, organisasi masyarakat sipil, pemerintah, civil society PengantarAda dua model pengelolaan zakat. Pertama, zakat dikelola oleh negara dalam sebuah departemen. Kedua, zakat dikelola lembaga non-pemerintah (masyarakat sipil) atau semipemerintah dengan mengacu pada aturan yang ditetapkan oleh negara.1 Model pertama, pengumpulan dan pendistribusian zakat ditetapkan oleh kebijakan pemerintah dengan melihat pada kebutuhan masyarakat sehingga zakat mirip seperti pajak yang dilakukan pada negara-negara sekuler. Sistem pengelolaan zakat seperti ini bersifat langsung, artinya warga masyarakat muslim berkewajiban membayar zakat dengan cara dipotong langsung dari hartayang dimilikinya. Sementara pada model kedua, pengelolaan zakat dilakukan oleh masyarakat sipil dengan cara suka rela sedang negara hanya bersifat sebagai fasilitator atau regulator. Kedua model ini memiliki keunggulan dan kelemahan. Kelemahan model pertama, negara sangat dominan sedang rakyat tidak banyak dilibatkan. Sedang model kedua, masyarakat sangat dominan dan pengumpulan zakat pun bersifat suka rela sehingga pendapatan zakat cenderungkecil. Kedua model ini sebaiknya dipadukan untuk dipakai di Indonesia dengan cara melibatkan masyarakat sipil dan negara. Cara ini dipakai karena ada anggapan bahwa negara Indonesia bukanlah negara Islam sehingga negara tidak boleh ikut campur jauh pada urusan ibadah termasuk zakat, sedangkan negara cukup sebagai fasilitator saja. Terlepas dari perdebatan ideologis dan politis masalah zakat dan negara, perlu dijelaskan di sini bagaimana memerankan negara dan masyarakat sipil dalam pengelolaan zakat. Tulisan ini akan menguraikan bagaimana pengelolaan zakat dilakukan dengan baikoleh negara dan masyarakat sipil dalam konteks Indonesia. ]]>