JAKARTA – Upaya meningkatkan kualitas dan profesionalitas lembaga amil zakat (LAZ) terus dilakukan. Direktur Eksekutif Dompet Dhuafa Republika (DDR), Ahmad Juwaini, mengatakan, Amil Development Program (ADP) menjadi salah satu langkah yang ditempuh untuk meningkatkan profesionalitas LAZ.
Menurut Juwaini, program ini merupakan pelatihan keahlian dalam pengumpulan dan pengelolaan zakat. ”Mereka kelak akan siap bekerja secara profesional, baik di badan amil zakat (BAZ) maupun LAZ,” katanya di Jakarta, Senin (31/5). Ia berharap keberadaan tenaga profesional membantu dalam pengembangan zakat.
Kinerja LAZ ataupun BAZ akan semakin meningkat dan pemberdayaan zakat juga akan tepat sasaran. Juwaini mengatakan, tenaga-tenaga profesional dalam mengembangkan LAZ sangat diperlukan sebab selama ini tak ada perguruan tinggi yang memberikan pendidikan khusus dalam bidang zakat.
Dengan demikian, kata dia, diperlukan pendidikan khusus di luar lembaga pendidikan pada umumnya yang dilakukan melalui ADP. Program ini telah berlangsung selama empat tahun. Saat ini, ungkap Juwaini, terdapat 400 BAZ baik di kota maupun kabupaten di Indonesia dan 200 LAZ di seluruh Indonesia.
”Dari jumlah tersebut, hanya ada 50 BAZ dan 50 LAZ yang dikelola secara profesional oleh tenaga-tenaga yang memang sudah terlatih,” ujar Juwaini. Melihat angka tersebut, kata dia, masih banyak LAZ dan BAZ yang memerlukan tenaga profesional dalam pengumpulan dan pengelolaan zakat.
Dan, mereka yang telah menjalani pelatihan melalui ADP, kata Juwaini, telah siap mengembangkan LAZ dan BAZ karena telah dibekali kompetensi yang mendalam terkait mekanisme pengumpulan, pengelolaan, dan penyaluran zakat. Keberadaan mereka bisa membantu mengatasi kemiskinan sebab mereka membuat zakat menjadi tepat sasaran.
Menurut Erie Sudewo, seorang social entrepreneur, diperlukan kepemimpinan yang baik agar pengelolaan zakat semakin profesional. Selama ini, pemerintah belum menganggap BAZ sebagai badan yang serius. Ini terlihat dari penempatan sumber daya manusia yang mengelola BAZ.
”Banyak pejabat tinggi di BAZ yang merangkap sebagai pejabat pemerintah, misalnya bupati,” kata Erie. Di sisi lain, ia menilai pemerintah belum serius untuk mengentaskan kemiskinan melalui zakat. Jika serius, pemerintah akan memberlakukan zakat seperti pajak, yakni pembayaran zakat berfungsi untuk mengurangi pajak.
Erie mencontohkan, seseorang yang harus membayar pajak sebesar Rp 10 juta maka Rp 1 juta dimasukkan ke zakat. Sehingga, orang tersebut hanya membayar pajak Rp 9 juta. Nanti pengelolaan zakat tersebut tidak harus dilakukan oleh Departemen Agama, tetapi oleh Departemen Keuangan yang lebih ahli dalam masalah keuangan.
Republika, Selasa 01 Mei 2010