Ciputat, 21 Oktober 2011
Nashih Nashrullah Mereka dibekali keterampilan menemukan solusi masalah di tempat dakwahnya. JAKARTA – Potensi dai tak sebatas memberikan dakwah, tetapi juga dapat memberdayakan masyarakat di sekitarnya, baik dalam bidang pendidikan, ekonomi, maupun pemberdayaan sosial. Sayangnya, kata Direktur Indonesia Magnificence of Zakat (IMZ) Nana Mintarti, ini belum tergarap maksimal. Pegiat dakwah belum sepenuhnya menyentuh lahan ini. Nana mengatakan, lembaganya sedang mewujudkan impian tersebut dengan menjalankan program “Dai Pemberdaya”. “Sebuah upaya untuk membekali dai dengan kemampuan memberdayakan masyarakatnya,” katanya, Kamis (20/10). Program tersebut melibatkan 20 dai pilihan dari sejumlah ormas Islam, antara lain, Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, dan Baitul Maal Hidayatullah. Dalam kegiatan ini, IMZ menggandeng LAZ BSM Umat dan rencananya mulai terlaksa pada 3 November 2011 ini. Para dai yang bergabung dibekali kemampuan merancang program pemberdayaan sekaligus mampu melakukan hal bermanfaat di masing-masing daerah dakwahnya. Dana zakat dari masyarakat dialokasikan untuk menyukseskan kegiatan ini. Para dai pun diharapkan mampu mengubah pola pikir mengenai zakat. Kelak, mereka mendorong masyarakat yang semula menjadi mustahik agar berusaha keras mengubah nasibnya dan menjelma menjadi muzaki atau pembayar zakat. Nana mengatakan, nanti keterampilan yang diberikan kepada para dai tak sebatas soal pemberdayaan, tetapi juga komunikasi. Kedua keterampilan ini penting untuk mengidentifikasi persoalan dan memetakan kebutuhan solusi yang dibutuhkan di tempat mereka berdakwah. Pemetaan diberlakukan pula untuk mengukur tingkat keberhasilan para dai dalam memberdayakan jamaahnya. Sepanjang yang ia ketahui, dua modal utama bagi dai itu luput. “Penyebabnya, minimnya dana.” Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), ormas Islam yang sejak lama bergiat di dakwah, menganggap ide “Dai Pemberdaya” adalah positif. Ketua Umum DDII Syuhada Bahri mengatakan, lazimnya dai diberi kemahiran kewirausahaan, informasi dan teknologi, serta kecakapan berkomunikasi. “Kami sangat setuju,” ujarnya. Meski demikian, ia mengingatkan, pemberdayaan oleh dai jangan sampai menghilangkan inti dan tujuan kegiatan dakwah. Menurutnya, hal terpenting yang mutlak dilakukan oleh dai dalam dakwahnya ialah membina dan meningkatkan kualitas iman diri dan umat yang dibimbingnya, termasuk mewujudkan sikap amanah dan profesionalisme mereka. Penguatan iman dan konsistensi dai, kata dia, harus diperhatikan. Seorang dai dituntut memiliki sikap qanaah. Tanpa perilaku itu, jika kelak dai menjadi pedagang, misalnya, dikhawatirkan jiwa keikhlasannya akan terkurangi. Ia mencontohkan pengalaman yang dialami dai DDII. Kasus yang terjadi ketika dai diberikan fasilitas berupa alat transportasi, harapannya agar mobilitas dakwahnya tinggi. Tetapi, ternyata konsentrasi dan fokus dakwahya teralihkan ketika alat tersebut digunakan untuk berwirausaha dan usahanya berhasil. Maka, ia menyarankan, pembekalan lebih ditekankan pada kemampuan dai mengelola potensi yang dimiliki oleh komunitas binaannya untuk memperbaiki ekonomi.
Sumber : republika.co.id
]]>