Ciputat, 28 Oktober 2011
Revisi Undang-Undang Pengelolaan Zakat No 38 Tahun 1998 telah selesai. Dewan Perwakilan Rakyat telah mengesahkan revisi UU ini tanggal 27 Oktober 2011 kemarin.
Ada beberapa hal penting yang harus mendapat perhatian khusus dari pemerintah, terutama BAZNAS dalam menyikapi lahirnya UU Pengelolaan Zakat yang baru ini. Terutama terkait dengan pengaturan pembentukkan BAZNAS Provinsi dan BAZNAS Kabupaten/Kota.
Dengan status sebagai salah satu lembaga yang akan mengumpulkan, mengelola dan mendistribusikan satu dari sekian banyak potensi keuangan negara, layak kiranya pemerintah melalui Kementrian Agama dan BAZNAS menyiapkan SDM-SDM yang benar-benar layak integritas dan kapasitasnya. Persoalan koordinasi pengelolaan potensi zakat di daerah dengan pemerintah daerah juga perlu menjadi sorotan. Jangan sampai Kementrian Agama dan BAZNAS mengulang stigma lembaga keuangan lain yang penuh dengan masalah.
Beberapa kasus pengelolaan dana zakat yang melibatkan stakeholder zakat lokal yang perlu mendapat perhatian, antara lain adalah kasus BAZDA Kampar. Diduga pengurus sebelumnya melakukan penyimpangan dana zakat sebesar 1 milyar rupiah, yang sampai dengan hari ini belum jelas penyelesaiannya (pekanbaru.tribunnews.com). Begitu pula kasus yang melibatkan bendahara DPRK Gayo Lues, Aceh, yang diduga tidak menyetorkan dana zakat PNS pemerintah kabupaten hingga puluhan juta rupiah (harian-aceh.com).
Lemahnya kapasitas sebagian besar stakeholder zakat di daerah yang ada sekarang juga ditunjukkan dengan kasus gejolak pegawai negeri sipil di beberapa daerah. Penerbitan perda zakat dengan “serampangan”, memberlakukan potongan zakat langsung kepada jajaran PNS di daerahnya tanpa membuat standarisasi yang jelas, seperti kasus di Kota Malang dan NTB.
LAZ Salah Satu Elemen Penting Pengelolaan Zakat
Ketimpangan yang terjadi antara mimpi yang tergambar dalam RUU Pengelolaan Zakat yang disahkan hari ini menjadi UU dengan realitas pengelolaan zakat yang terjadi sekarang ini oleh Badan Amil Zakat Daerah harus disikapi dengan bijak oleh pemerintah (Kemenag dan BAZNAS). Keberadaan dan Kematangan Lembaga Amil Zakat (LAZ) harus dimanfaatkan dengan membuat sinergi, baik pada tingkatan pengelolaan zakat nasional maupun di daerah-daerah.
Peraturan Pemerintah/Keputusan Menteri yang menjadi landasan teknis pengelolaan zakat harus mampu mengakomodasi dan membagi peran yang berimbang antara LAZ dan BAZ. Merujuk pada peran yang telah dilakukan LAZ dalam mendampingi dan mengurangi kemiskinan, diakui atau tidak, program-program yang dikembangkan LAZ lebih awal lahir. Sehingga secara logika, melalui proses yang lebih panjang itu, program yang dikembangkan juga telah mengalami transformasi kearah yang lebih baik. Kondisi inilah yang seharusnya dapat dimanfaatkan oleh BAZNAS untuk banyak belajar dari LAZ-LAZ yang ada.
Dimasa yang akan datang, sinergi antara BAZ dan LAZ bukan tidak mungkin akan menyatukan kedua lembaga pengelola zakat ini menjadi sebuah kesatuan yang mampu membangun zakat menjadi sebuah elemen penting pembangunan bangsa. Wallahu ‘alam. (DH).